SUKABUMI. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih merayakan Hari Raya Idul Adha di atas lahan perjuangan, di Desa Pasir Datar, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (01/09). Setelah melakukan shalat Idul Adha di Lapangan Merdeka Sukabumi, Ketua Umum SPI bersama Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jawa Barat Tantan Sutandi langsung bertolak ke lahan perjuangan.
Dalam silaturrahmi tersebut Henry menyampaikan terimakasihnya kepada para petani SPI di Desa Pasir Datar yang telah menyambut kedatangannya.
“Alhamdulillah, pada Idul Adha kali ini saya bisa bertemu dan bersilaturahmi dengan saudara-saudara saya semua, petani yang tak kenal lelah memperjuangkan dan mempertahankan lahannya. Semoga semangat berkurban dalam Idul Adha kali ini bias memperkuat perjuangan kita semua,” kata Henry.
Henry melanjutkan, terkait tindakan kriminalisasi terhadap 10 orang petani anggota SPI di Caringin, bisa dijadikan momen konsolidasi untuk memperkuat persatuan dan kesatuan petani.
‘Kita harus menguatkan hati bahwa tanah ini memang milik kita, hak kita. Dari tanah ini saya tau kalau bapak-bapak, ibu-ibu semua bisa menghasilkan hampir 30 ton sayuran dalam sebulan, yang berkontribusi terhadap kedaulatan pangan lokal, ini suatu hal yang patut dibanggakan,” papar Henry.
Hal senada disampaikan oleh Ketua BPW SPI Jawa Barat, Tantan Sutandi. Ia menyampaikan, Ketua DPW SPI Jabar, Tantan menambahkan sampai saat ini, 10 orang petani masih ditahan di Polres Sukabumi dan kemungkinan kriminalisasi terhadap petani akan terus dikembangkan.
“Kita sudah melaksanakan aksi hingga ke Istana Negara, berjumpa dengan Kantor Staf Presiden. Mereka berjanji untuk segera menyelesaikan konflik di sini,” kata Tantan.
Bunbun Kusnadi, Ketua Basis SPI Pasir Datar menambahkan, PT. SNN berniat merampas tanah petani yang sudah dikuasai dan dikelola sejak tahun 1945 seluas 400 ha oleh 486 kepala keluarga dari Desa Pasir Datar Indah dan Desa Sukamulya.
“Mereka (PT SNN, red) terus melakukan kriminalisasi dan intimidasi kepada kami petani, berusaha merampas tanah kami,” ungkapnya.
Bunbun memaparkan, pada bulan Maret 2017, PT. SNN mengeluarkan surat pemberitahuan pengosongan lahan kepada petani. Surat ini dikeluarkan karena perusahaan akan melakukan pembukaan dan rehabilitasi jalan utama sepanjang 3 km. Jalan ini direncanakan akan menjadi akses agrowisata milik perusahaan yang akan dibangun. Dalam memuluskan rencananya PT. SNN mengerahkan dan mendatangkan alat berat ke lokasi pada bulan April 2017.
“Intimidasi dan ancaman terus digencarkan, sebanyak 4 orang petani (termasuk saya Bubun Kusnadi, Suryadi/Asep Anang, Usman dan Hartomo) dikriminalisasi dengan tuduhan menyerobot lahan tanpa izin dan pada 12 Juli 2017 divonis pidana oleh Pengadilan Negeri Sukabumi selama 15 hari dan denda sebesar Rp. 2.000,” paparnya.
Keputusan vonis tersebut digunakan perusahaan untuk menakut-nakuti petani lainnya.
“Apabila tidak menyerahkan tanahnya maka akan dipidanakan,” lanjutnya
Bunbun melanjutkan, pada awal Agustus 2017 seorang petani bernama Bapak Solihin didesak untuk menyerahkan tanah yang dimilikinya. Kemudian pada hari Rabu pagi (02/08) Bapak Solihin diajak oleh empat orang karyawan perusahaan ke Polres Sukabumi di Pelabuhan Ratu tanpa sepengetahuan keluarga dan masyarakat. Karena tidak mendapatkan kabar keberadaan Bapak Solihin hingga sore hari, keluarga dan masyarakat mencari dan menanyakan kepada perusahaan.
“Perusahaan memberikan jawaban yang tidak jelas. Kemudian tanpa diketahui dengan pasti kantor PT. SNN dirusak. Pengerusakan tersebut sampai saat ini dituduhkan kepada para petani,” terangnya.
“Oleh karena itu sekali lagi kami tegaskan, kami tak akan mundur dan menyerahkan lahan kami. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada kawan-kawan di DPP (Dewan Pengurus Pusat) SPI dan rekan petani SPI lainnya di nusantara yang telah mendukung penuh perjuangan kami,” tutupnya.