SERANG. Serikat Petani Indonesia (SPI) menggelar kongresnya yang keempat pada 1-5 Maret 2014 di Serang, Banten. Kongres ini adalah tonggak penting bagi perjalanan organisasi tani nasional, serta bagi petani Indonesia pada umumnya. Perhelatan ini adalah kegiatan rutin 5 tahunan yang diikuti dari petani anggota SPI dari Aceh hingga Halmahera.
SPI memilih untuk membuka kongres ini di Alun-Alun Kota Serang. Sekitar 5.000-an petani anggota SPI datang dari pelosok Banten, dari Kabupaten Serang, Lebak dan Pandeglang—bersama ratusan peserta kongres perwakilan 20 provinsi dan 70-an lebih kabupaten.
Tahun ini adalah tahun penting bagi kaum tani, mengingat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah menetapkan 2014 sebagai tahun keluarga petani (International Year of Family Farming, IYFF). ”Pengakuan dan penegasan tahun ini penting, karena masalah kelaparan dan kemiskinan terjadi pada petani dan di daerah pedesaan,” ujar Henry Saragih, Ketua Umum SPI.
Pada Kongres IV ini, SPI akan mengungkapkan sukses reklaiming 200 ribu hektar lahan di seluruh Indonesia. Lahan luas inilah yang diusahakan untuk lapangan kerja dan produk pangan lokal yang menghidupi 187 ribu keluarga petani anggota SPI.
”Inilah kerja-kerja konkret kaum tani untuk mengatasi kelaparan dan kemiskinan,” kata Henry lagi.
Zubaidah, salah satu peserta Kongres 4 SPI menyatakan dalam sambutannya, ”Perempuan harus lebih aktif berperan serta dalam perjuangan pembaruan agraria.” Program pembaruan agraria untuk meredistribusi tanah, air dan benih untuk petani telah menjadi mandat UU Pokok Agraria 1960, namun tak juga dilaksanakan. Pernah menjadi program Presiden SBY sejak 2007, tapi hingga saat ini implementasinya mandek. Ketidakadilan agraria terus terjadi: tanah, air dan benih masih jadi oligopoli perusahaan transnasional, beberapa BUMN, bahkan individu.
Dalam hal sejalan, Jumhur Hidayat, Ketua BNP2TKI menyatakan dalam pembukaan Kongres 4, ”Tidak mungkin keluarga petani sejahtera jika masih ada ketimpangan agraria. Harus ada reforma agraria,” pungkas dia dalam pidato yang berapi-api.
Kongres IV SPI juga bertujuan menentukan sikap politik petani. Tahun 2014 ini adalah tahun Pemilu saat ruang demokrasi dan politik terbuka untuk rakyat. Dalam hal ini, Henry Saragih mengungkapkan keberhasilan SPI, “Organisasi kita telah berhasil mengonsolidasikan semangat perlawanan menjadi gerakan petani yang terorganisasi dan solid,” kata dia. Henry lalu meneruskan, “Petani tak cukup berjuang dengan gerakan yang seperti sekarang, petani harus bergerak, petani tidak boleh anti politik, petani harus berpolitik di masa depan. Kita tidak boleh membiarkan keputusan yang menyangkut kehidupan kaum tani ada di tangan pihak-pihak yang menyengsarakan rakyat dan merusak alam.”
HS. Dillon, Utusan Khusus Presiden untuk Penanggulangan Kemiskinan lalu menutup dengan pidato pembukaan dan selamat melaksanakan Kongres IV SPI. Ia lalu menggarisbawahi, “Saya sudah ingatkan presiden dan para menteri koordinator. Jangan sampai ketidakadilan agraria, kesenjangan ekonomi terus terjadi . Berbahaya!”. Dillon juga mengingatkan bahwa sebagian besar pejabat pemerintahan, baik di pusat maupun daerah, masih belum punya keberpihakan kepada rakyat. Untuk itu, tahun 2014 menjadi tahun politik yang krusial, agar kaum tani bisa punya wakil untuk mengambil keputusan bagi kepentingan petani dan pembangunan pedesaan.
Acara Pembukaan Kongres IV SPI diakhiri dengan Ikrar Perjuangan Pembaruan Agraria dan Kedaulatan Pangan, serta doa bersama. Sekitar pukul 14.00 siang, kaum tani membubarkan diri dengan tertib.
=====================
Kongres IV SPI diadakan di Balai Besar Latihan Kerja Industri, Serang, Banten mulai 1-5 Maret 2014.
Kontak lebih lanjut untuk media:
M. Ikhwan (+6281932099596, m.ikhwan@spi.or.id),
Hadiedi Prasaja (+6285361003040, prasaja@spi.or.id)