Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Keadilan Sosial

Salam Perjuangan Agraria. Hidup Petani!!

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani Serikat Petani Indonesia

Empat belas tahun sudah Serikat Petani Indonesia (SPI) berdiri untuk memperjuangkan Pembaruan Agraria Sejati (PAS) – Terhitung sejak deklarasinya pada tanggal 8 Juli 1998 di di Kampung Dolok Maraja, Desa Lobu Ropa, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Selama kurun waktu perjuangan tersebut SPI tetap konsisten dan komitmen tinggi dalam memperjuangkan Perjuangan Agraria Sejati untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan keadilan sosial di tengah-tengah  perubahan situasi sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya yang terkait dengan dinamika politik Agraria dan Pertanian, baik di tingkat desa, kabupaten, propinsi, nasional dan bahkan internasional.

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani, Serikat Petani Indonesia

Selama 14 tahun kita mencermati dan merasakan akibat dari akibat dari perubahan situasi ekonomi-politik-budaya yang menyangkut soal ketersediaan sumber daya agraria yang ditandai dengan adanya privatisasi pemanfaatan sumber daya agraria melalui pemberian hak guna usaha ( HGU) perkebunan dan hak penguasaan hutan (HPH) untuk perusahaan-perusahaan agribisnis perkebunan dan kehutanan, pengembangan pertanian skala luas, serta orientasi pembangunan  pangan dan pertanian yang berbasis pada lingkungan hidup dan orientasi lainnya untuk mengatasi multi krisis, seperti krisis pangan, krisis perubahan iklim, krisis keanekaragaman hayati dan krisis energi. Dari orientasi program tersebut, kemudian kita melihat adanya  program MIFEE/Food Estate/Pertanian skala luas, REDD (Pengurangan Emisi akibat kerusakan lingkungan dan penggundulan hutan), MP3EI ( Masterplan untuk percepatan dan pengembangan Ekonomi Indonesia ), Bahan Bakar Nabati sampai pada Ekonomi Hijau atau Green Economy – yang juga baru dibahas di Konferensi Bumi Rio+20 di Brazil pada bulan Juni lalu.  Atas nama kesemua program tersebut, perusahaan-perusahaan agribisnis mengeruk keuntungan sebesar-sebesarnya.  Tiap jengkal tanah, tidak detak nafas, tiap detik waktu haruslah menghasilkan  Keuntungan, Profit dan Uang – tanpa memikirkan akibat dari perampasan dan perubahan  lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan untuk mencapai keuntungan material tersebut.

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani, Serikat Petani Indonesia

Selama 14 tahun sudah kita juga mencermati dan merasakan akibat dari masih massiv-nya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian sebagai implementasi program Revolusi Hijau untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyat Indonesia dan bahkan ambisi memenuhi pangan dunia. Namun program tersebut ternyata justru dan memang untuk menguntungkan perusahaan-perusahaan agribisnis melalui bisnis sarana dan prasarana produksi pertanian dan sekaligus menciptakan ketergantungan petani atas produk-produk perusahaan tersebut. Lebih dari itu Revolusi Hijau telah menyebabkan ketidaksuburan tanah, hilangnya keanekaragaman hayati tanaman pangan, dan gangguan kesehatan manusia, khususnya kita – kaum tani. Revolusi hijau menyebabkan monokultur tanaman pangan-padi sehingga beras menjadi makanan pokok dari Sabang sampai Merauke – dengan menyingkirkan tradisi pangan non beras, seperti sagu, ubi, singkong dan jagung,

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani, Serikat Petani Indonesia

Demikian pula perubahan situasi ekonomi-politik-budaya bila ditinjau dari pasar konsumsi 238 juta penduduk Indonesia, kita mencermati dan merasakan akibat dari tekanan global untuk liberalisasi  pasar pertanian Indonesia baik melalui lembaga-lembaga internasional maupun kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Bank Dunia, IMF, G20, WTO (Organisasi Perdagangan Internasional), FTA (Perjanjian Perdagangan Bebas), EPA (Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan CEPA (Perjanjian kerasama ekonomi yang menyeluruh. Liberalisasi ini menyebabkan Indonesia dibanjiri oleh produk-produk pertanian impor terlepas rakyat membutuhkan atau tidak; beras, buah-buahan, sayur-sayuran, ikan dan bahkan garam pun harus impor pula.

Pada sisi lain, kita mencermati pembangunan pertanian, perkebunan dan kehutanan masih dititikberatkan pada ekspor bahan mentah – meneruskan model kebijakan pemerintah semasa era penjajahan, sehingga intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan teh,kopi, rempah-rempah dan kelapa sawit tidak terhindarkan terlebih adanya pasar potensial bahan bakar nabati. Meskipun pada saat ini isu lingkungan berpeluang menghambat laju ekspansi lahan perkebunan. Namun demikian pembangunan berorientasi ekspor bahan mentah tetap akan menyisakan pertanyaan dan penanyaan ketika tingginya nilai ekspor tersebut tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan petani pada satu sisi, namun pengusaha swasta perkebunan menjadi salah satu deretan  orang terkaya di dunia  pada sisi lain

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani, Serikat Petani Indonesia

Perubahan-perubahan tersebut di atas menyebabkan kaum tani terbelanggu kedalam kemiskinan, kelaparan dan konflik agraria  di atas tanah mereka yang merupakan sumber pangan mereka dan bahkan seluruh rakyat Indonesia.  Hal ini seharusnya tidak terjadi bila Pemerintah melaksanakan pembaruan agrarian dengan menujuk kepada UUPA 1960 dan  juga bahkan hasil dari Konferensi Internasional tentang Pembaruan Agraria dan Pembangunan Pedesaan(ICARRD) Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada tahun 2006. Sebaliknya pemerintah mengeluarkan beberapa Perundang-undangan pemerintah yang justru bertentangan dengan UUPA, diantaranya  adalah UU Sumber Daya Air, sistem budidaya pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Penanaman Modal, Hortikultura dan UU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan demi Kepentingan Umum, sementara janji pemerintah untuk redistribusi tanah melalui Program Pembangunan Agraria Nasional ( PPAN) pada tahun 2007 tidak dijalankan, sebaliknya yang dijalankan adalah sertifikasi tanah sebagai satu bukti tanah menjadi komoditas dari Pasar Tanah ala Bank Dunia.

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani, Serikat Petani Indonesia

Pada sisi lain aksi reforma agraria berupa reklaming dan okupasi oleh rakyat , baik yang dilakukan oleh petani SPI maupun bukan masih sedikit dibandingkan aksi perampasan lahan oleh korporasi yang mendapat legitmasi dari pemerintah. Minimal hal ini ditandai oleh konversi lahan oleh Korporasi yang mencapai 100 ribu hektar per tahun. Kondisi tersebut juga relative sama dialami juga oleh kaum tani anggota La Via Campesina di Asia, Afrika dan Amerika latin. Namun sayangnya penguasaan Korporasi atas lahan-lahan pangan dan pertanian melalui penerapan pertanian industri tidak mampu mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan – yang sampai saat ini berjumlah sekitar 1 miliar orang. Alih-alih mengurangi kemiskinan dan kelaparan, Korporasi justru berkontribusi menjadi penyebabnya dan  bahkan berkontribusi pula dalam perubahan iklim, krisis pangan, krisis ekonomi, krisis ekonomi dan krisis keanekaragaman hayati – yang sekali lagi menyengsarakan kaum tani.  Lebih dari itu Korporasi berkontribusi tinggi dalam terjadinya konflik agraria yang menyengsarakan massa petani SPI mulai dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Demikian pula tentunya kaum Petani pada umumnya di seluruh Indonesia dan seluruh dunia.

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani, Serikat Petani Indonesia

Mengacu dari dinamika dan realita perubahan-perubahan situasi sosial ekonomi, sosial politik dan sosial budaya itu semua, kita tidak perlu berkecil hati dan sebaliknya justru ber-bangga dan bersyukur karena rasanya kita tepat dalam memberi pandangan dan sikap atas perubahan-perubahan tersebut.  Hal ini dapat kita lihat dari tonggak perjuangan SPI yang dicanangkan di ketiga kongres SPI, yaitu:

(1) “Memperkuat Organisasi Tani untuk Mewujudkan Pembaruan Agraria Sejati” (1998-2003)

(2) “Memperkuat Organisasi Tani untuk Mewujudkan Pembaruan Agraria Sejati dan Melawan Neo Liberalisme” ( 2003-2007); dan

(3) “Memperkokoh Kesatuan Kaum Tani dan Persatuan Nasional Untuk Mewujudkan Pembaruan Agraria dan Kedaulatan Rakyat Menuju Keadilan Sosial” (2007-2012).

Dengan tiga tonggak perjuangan tersebut, kita menjawab ancaman dan tantangan tersebut melalui gerakan merebut dan mempertahankan lahan perjuangan agraria, gerakan produksi pertanian agroekologi, gerakan ekonomi koperasi, gerakan pemuda dan perempuan petani, gerakan pendidikan dan sekolah lapang, dan akhirnya gerakan internalisasi dan ekspansi organisasi SPI – terlepas dari kelebihan dan kekurangan berbagai gerakan tersebut.

Segenap Pengurus, Kader dan Massa Petani, Serikat Petani Indonesia

Namun sekali lagi apa yang raih tersebut di atas tidak boleh membuat kita berbangga hati, karena SPI dalam usianya yang ke 14 perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi, mengantisipasi dan bahkan menyiapkan perubahan untuk melaksanakan pembaruan agraria sejati di era abad 21 yang sudah kita jalani selama 12 tahun ini.  Tahapan penyiapan perjuangan baru tersebut sangat penting dengan berbekal mempertahankan prinsip, nilai dan program perjuangan Pembaruan Agraria Sejati di masa lalu yang masih baik dan mengambil prinsip, nilai dan program perjuangan yang baru dan yang lebih baik  untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan keadilan sosial ditengah menggeliatnya korporasi pangan dan pertanian untuk lepas dan memanfaatkan krisis ekonomi saat ini.

Terakhir, untuk menyempurnakan tahap persiapan perjuangan selanjutnya, konsolidasi internal maupun eksternal harus SPI lakukan  sekaligus untuk menyimak nasihat  yang bijak :  “ kebenaran dan kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah oleh kejahatan  korporasi yang terorganisir”

Selamat Ulang Tahun SPI, Hidup Perjuangan Agraria! Hidup Petani! Hidup SPI!

Jakarta, 8 Juli 2012

Henry Saragih

Ketua Umum SPI

ARTIKEL TERKAIT
Nilai Tukar Petani (NTP) Agustus 2016 Tidak Bergerak, Kehidu...
SPI membuka sekolah gratis untuk pemuda tani
Kedaulatan Pangan di Kawasan Rawa Lebak, Menyongsong Indones...
Solidarity village for a cool planet, Bali
1 KOMENTAR
  1. yana berkata:

    salam sejahtera petani indonesia
    ini kunjungan pertama saya disini…
    sekedar ingin tau pak.. apakah aksi okupasi dibenarkan berdasarkan peraturan yang berlaku di indonesia..?
    sebelumnya saya ucapkan terima kasih..
    bravo spi

BERIKAN KOMENTAR ...

INFO TERBARU