Janji Palsu Pembaruan Agraria
Meski Undang-Undang Pokok Agraria No.5/1960 telah berumur 53 tahun, dan bahkan pada tahun 1963 hari lahirnya UUPA ditetapkan menjadi Hari Tani Nasional oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden No. 169 Tahun 1963. Namun hingga saat ini tetap saja kemiskinan petani dan persoalan agraria bukan hanya tidak terselesaikan namun justru semakin parah. Bahkan terakhir September 2013 konflik agraria di Indramayu mengakibatkan meninggalnya satu orang petani.
Dalam dua periode presiden SBY menjabat, sudah 4 kali dalam pidato resminya menyampaikan janji pelaksanaan pembaruan agraria dalam bentuk redistribusi lahan, yakni pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2010. tidak cukup dalam pidato saja SBY menjanjikan PPAN (Program Pembaruan Agraria Nasional), hal tersebut juga masuk dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) Tahun 2004-2009, Reforma Agraria juga ditempatkan sebagai strategi pengentasan kemiskinan.
Alih-alih laksanakan reforma agraria, yang terjadi justru sebaliknya, sepanjang pemerintahan SBY sejak tahun 2004-sekarang, terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah Indonesia, dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektar, dimana lebih dari 731.342 KK harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan.
Setidaknya dalam periode 2004–2012, cara-cara represif oleh aparat kepolisian dan militer dalam penanganan konflik agraria yang melibatkan petani dan komunitas adat mengakibatkan 941 orang ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, 44 orang diantaranya hingga meninggal dunia.
Pada sisi lain, londisi petani dari sensus BPS (Badan Pusat Statistik) Mei 2013 mencatat adanya penyusutan 5,04 juta keluarga tani dari 31,17 juta keluarga per tahun 2003 menjadi 26,13 juta keluarga per tahun 2013. Artinya jumlah keluarga tani susut rata-rata 500.000 rumah tangga per tahun. Sebaliknya, di periode yang sama, jumlah perusahaan pertanian bertambah 1.475 perusahaan. Dari 4.011 perusahaan per tahun 2003 menjadi 5.486 perusahaan per tahun 2013.
Periode angka data di atas setidaknya hampir sepanjang 2 periode SBY menjabat, sekaligus menunjukkan peningkatan jumlah perusahaan pertanian berbanding lurus dengan penurunan jumlah petani yang kepemilikan lahannya semakin mengecil (rata-rata 0,5 Ha).
Masalah-masalah diatas semakin diperparah dengan model pembangunan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang berakar pada konsentrasi penguasaan tanah secara luas oleh korporasi asing dan dalam negeri.
Jebakan Liberalisasi, Kartel Pertanian dan Pangan
Nampak sekali bahwa pembangunan sektor pertanian hanya menjadi jargon pemerintah, setidaknya pada kasus anyar impor sapi dan kedelai, menunjukkan ketidakseriusan membangun pertanian yang oleh pemerintah disebut sebagai program swasembada sapi dan swasembada kedelai.
Hampir semua bahan pangan dibuka keran impornya, bahkan dengan bea masuk 0%. Sepanjang tahun 2012 saja, impor produk pangan Indonesia telah menyedot anggaran lebih dari Rp 125 triliyun. Dana tersebut digunakan untuk impor daging sapi, gandum, beras, kedelai, ikan, garam, kentang, dan komoditas pangan lain yang pada akhirnya hanya semakin mematikan pertanian indonesia.
Proses liberalisasi pertanian nampak sekali pada proses impor pangan, pada tahun 1990, saat Indonesia belum ikut WTO dan IMF, impor kedelai kita pernah hanya sebesar 541 ton. Bandingkan dengan impor kedelai dalam tahun ini (Januari – Juli 2013) kita sudah impor 1,1 juta ton atau senilai US$ 670 juta (Rp 6,7 triliun).
Beberapa saat yang lalu juga petani tebu, melakukan protes terhadap impor gula. Ketidakseriusan pemerintah dalam hal ini juga nampak pada target swasembada gula yang terus mundur dari tahun 2007, mundur 2008, mundur kembali 2009, 2010. dan sekarang 2015. jelas liberalisasi ini hanya menguntungkan segelintir mafia kartel, importir dan birokrasi yang memburu rente dari proses ini. Tidak cukup sampai disitu, mafia-mafia ini berkolaborasi dengan sadis melakukan tindak korupsi impor, contohnya yang terkuaknya korupsi dan suap impor daging danatau sapi.
Dalam kondisi petani yang makin dirugikan oleh proses liberalisasi ekonomi tersebut, pemerintah justru menfasilitasi pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Oktober 2013 dan tingkat menteri (KTM) ke-9 WTO di Bali Desember nanti.
Untuk itu Kami dari SEKBER PHRI akan melakukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheids Daad) melalui mekanisme Hak Gugat Warga Negara (Citizen Law Suit) di PN Jakarta Selatan
—
Demikian juga kami menuntut :
Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia”(Sekber PHRI), adalah gabungan dari aliansi Organisasi Petani, Buruh, Nelayan, Masyarakat Adat, Perempuan, Pemuda dan Mahasiswa, serta NGO.
Kontak :
Serikat Petani Indonesia (SPI), Achmad Yakub 0817712347
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Abetnego Tarigan 08159416297
Koalisi Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin 081229111651
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan
Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA, Rahmat
Anggota sekber :
Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Petani Pasundan (SPP), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Persatuan Pergerakan Petani Indonesia (P3I), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Tani Indramayu (STI), Asosiasi Tani Nusantara (ASTANU), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Serikat Hijau Indonesia (SHI), Petani Mandiri, Paguyuban Petani Hutan Jawa (PPHJ), Serikat Petani Merdeka (Setam- Cilacap), Rumah Tani Indonesia (RTI), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Pekerja Tekstil Buana Groups (SPTBG), Sawit Watch, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), HuMA, RACA, Greenpeace, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Pusaka Indonesia, Bina Desa, Institute Hijau Indonesia, JKPP, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, KONTRAS, IMPARSIAL, IHCS, ELSAM, IGJ, Koalisi Anti Utang (KAU), ANBTI, LIMA, Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formada NTT), Front Mahasiswa Nasional (FMN), PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), ISMPI, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Front Aksi Mahasiswa (FAM Indonesia), Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia(LS-ADI) SRMI, Persatuan Perjuangan Indonesia (PPI), GMI, Liga Pemuda Bekasi (LPB), Gabungan Serikat Buruh Independent (GSBI), Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek (FPBJ), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI-Tangerang), Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), , KPO- PRP, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), PERGERAKAN, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Solidaritas Perempuan (SP), INDIES, SBTPI, Gesburi, Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ), GMPI, SBTNI, Punk Jaya, PPMI,Perempuan Mahardika, SPTBG, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Konferderasi Serikat Nasional (KSN), Indonesian Corruption Watch (ICW), SBIJ, PPR, Pembebasan, FAM UI, Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP). GMNI Jabotabek