JAKARTA. “Korporatisasi pangan dan food estate yang rajin dikumandangkan pemerintah saat ini tentu saja berlandaskan paham neoliberal”, itulah ungkapan dari Prof. Eriyatno saat menjadi salah seorang narasumber dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Serikat Petani Indonesia (SPI) pagi tadi (14/4) di Jakarta.
Dalam diskusi yang bertemakan “Menggugat Korporatisasi Pangan dan Pertanian di Indonesia” ini, Prof. Eriyanto menjelaskan bahwa saat ini neoliberalisme memang merupakan paham yang paling sukses dalam sejarah dunia, berdirinya pusat-pusat perbelanjaan yang megah dimana-dimana adalah merupakan bukti kongkritnya. Namun bukanlah berarti bahwa paham ini harus diterapkan di Indonesia, karena nyatanya di negara asalnya paham ini sudah “berhasil” menenggelamkan beberapa perusahaan raksasa pada krisis finansial 2008 yang lalu.
“Yang paling tidak masuk akal dari neoliberalisme itu adalah mereka ingin pemerintah mendukung pertumbuhan ekonomi melalui investasi swasta” kata profesor asal IPB (Institut Pertanian Bogor) ini.
Pria yang juga aktif di Policy Research Network-Indonesia ini menambahkan bahwa kebijakan food estate yang pilot projectnya akan dilaksanakan di Merauke ini akan semakin memperkuat aroma neolib di pemerintahan saat ini. “Food estate ini akan sangat berorientasi pada pasar, sehingga akan melakukan apa saja agar bisa memenangkan persaingan di pasar, akibatnya petani kecil juga yang akan semakin susah” tambahnya.
Selain itu beliau juga mengkritik sistem pendidikan di Indonesia yang kurikulumnya didominasi oleh materi-materi yang mengarahkan siswanya untuk berfikir neolib. “Apalagi di fakultas-fakultas pertanian, para mahasiswa diarahkan ke arah praktek-praktek agribisnis bukannya praktek pertanian yang membuat petaninya berdaulat” tambahnya.