JAKARTA. Serikat Petani Indonesia (SPI) bersama organisasi rakyat lainnya mengadukan kebohongan Delegasi Pemerintah Repulik Indonesia (DELRI) pada pertemuan perubahan iklim ke-15 di Kopenhagen, Denmark, kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di gedung DPR RI, Selasa (5/1).
Dalam pertemuan tersebut SPI membeberkan segala bentuk kebohongan publik yang telah dilakukan oleh DELRI pada pertemuan di Kopenhagen. Dalam Pertemuan tersebut tidak ada konsultasi publik mengenai isi materi yang akan disampaikan pada pertemuan perubahan iklim ke-15 di Kopenhagen, Denmark untuk membawa agenda rakyat ke forum internasional serta hasil yang didapat di Kopenhagen berbeda dengan apa yang disampaikan ke publik.
Henry Saragih, Ketua umum SPI mengungkapkan kebohongan yang dilakukan DELRI antara lain skema penurunan 26 persen emisi karbon tidak jelas oleh pemerintah SBY dan tidak masuk akal. Padahal sebenarnya banyak negara-negara selatan yang memiliki konsep tentang penyelamatan iklim, akan tetapi malah mengikuti kepentingan negara-negara G 20.
“Belum ada kesepakatan yang mengikat tentang Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD), tetapi pemerintah Indonesia telah menjalankannya, sebagai contoh proyek namun sejumlah proyek atas nama proyek percobaan (pilot project) sudah dijalankan di Indonesia dengan dikeluarkannya Permenhut No. 68 tahun 2008 tentang penyelenggaraan pengurangan emisi karbon dan dari deforestasi dan degradasi hutan. Saat ini direncanakan terdapat 26,6 juta hektar lahan di Indonesia yang diperdagangkan dalam mekanisme perdagangan karbon ini. Dengan nilai uang yang beredar sekitar 6,3 milyar US$ (sekitar Rp 63 triliun). Skema ini menjual murah 26,6 juta hektar hutan alam Indonesia mulai dari tegakan pohon, hewan, tumbuhan, tanah, sumber mata air, dan ruang interaksi sosial, dan entitas masyarakat hukum adat di wilayah tersebut, hanya seharga Rp. 12,- per meter perseginya,” ungkap Henry.
Untuk mengakomodir proyek-proyek tersebut pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan sudah mengeluarkan kebijakan yang akan menjamin pelaksanaan proyek-proyek tersebut. Pemerintah Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang mengeluarkan kebijakan nasional yang mengatur mengenai perdagangan karbon dan REDD. Melalui UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Permenhut No. 30 tahun 2009 tentang REDD dan Permenhut No. 36/2009 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan. Meskipun menyebutkan tentang peran hukum adat didalamnya, namun didak diatur dalam peraturan tersebut tentang hak-hak masyarakat adat dan kompensasi dari tergusurnya mereka dari lahan pencaharian mereka.
Pramono Anung, Wakil Ketua DPR RI, berjanji akan segera memanggil DELRI untuk meminta penjelasan hasil yang mereka dapatkan di Kopenhagen, Denmark. “Sebagai wakil rakyat, kami akan segera memanggil DELRI agar mereka menjelaskan skema penurunan emisi 26 persen dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Karena fakta-fakta dilapangan risiko Indonesia sangat besar, dan negara Indonesia berkomitmen sendiri mengurangi emisi sebanyak 26 persen, padahal negara lain tidak ada yang berkomitmen,” tutur Pramono diruang kerjanya.
Selain Pramono Anung, anggota DPR lain yang turut hadir dalam pertemuan tesebut adalah, Maruarar Sirait, dan Helmi Lubis, ketiganya berasal dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).