MEDAN. Kebijakan pemerintah yang menyetujui impor jagung sebanyak 200.000 Ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sangat disesalkan oleh petani terutama petani jagung Sumatera Utara. Hal ini merupakan pengulangan kembali kebijakan beberapa waktu lalu di saat panen raya jagung terjadi di Sumut terutama di wilayah Kabupaten Karo.
Alasan kekurangan produksi jagung yang disampaikan pemerintah maupun kelompok yang menginginkan impor jagung terjadi sangat tidak masuk akal. Karena justru panen jagung di Sumatera Utara sangat melimpah pada bulan Juni tahun 2012 ini, terutama panen jagung dari Kabupaten Karo dan Dairi. Hal ini diindikasikan dari terjadinya trend harga yang terus menurun dan keterbatasan pabrik jagung dalam menampung hasil panen masyarakat.
Abraham Tarigan, petani Serikat Petani Indonesia (SPI) asal Karo, Sumatera Utara (Sumut) menyampaikan dengan disetujuinya pembukaan keran impor jagung harga jagung petani akan terpukul lebih dalam. Harga jagung saat ini anjlok ke kisaran Rp. 1.700/Kg dari sebelumnya Rp. 2.500/Kg.
“Kami menuntut pembentukan Harga Referensi Daerah (HRD) untuk jagung pada tahun 2012 sebesar Rp 2.500,-” ungkap Abraham.
Wagimin, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumut menyampaikan kekurangan produksi jagung yang diklaim pihak pengusaha, salah satunya Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) bukannya mendongkrak harga jual panen jagung petani yang sudah memasuki bulan panen pada bulan awal bulan Juni ini.
Kebijakan impor seperti ini justru semakin menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam melakukan proteksi terhadap sektor pertanian rakyat dari liberalisasi perdagangan pangan yang semakin menyudutkan kondisi ekonomi petani, yang berakhir pada semakin meningkatnya konversi lahan dari pertanian pangan menjadi pertanian non pangan. Yang kemudian akan menjadi kontraproduktif bagi kedaulatan pangan regional mapun kedaulatan pangan nasional.
“Kami melihat bahwa impor jagung ini hanya menguntungkan pengusaha pakan ternak saja, untuk mendapatkan jagung murah mereka dengan gampang saja meminta rekomendasi pemerintah agar mengizinkan impor jagung dari luar negeri, dan pihak pemerintah dengan mudah memberikan izin tersebut tanpa memperhatikan dampak sosial-ekonomisnya terhadap masyarakat petani,” papar Wagimin di sekretariat BPW SPI Sumut, di Medan, kemarin (19/06).
Wagimin juga menyampaikan, dengan dukungan kekuatan modalnya, impor jagung dari luar negeri juga dijadikan sebagai alat bagi pengusaha untuk menekan harga jagung petani lokal agar tetap berada pada kisaran yang menguntungkan mereka, namun pasti sangat merugikan petani. Jelas terlihat disini ada hubungan yang tidak adil dalam penetapan harga jagung di pasaran. Petani Indonesia tidak memiliki kuasa untuk menetapkan harga jagungnya sendiri.
“Harga jagung di pasaran seperti dapat kita lihat langsung merupakan monopoli dari beberapa perusahaan pakan ternak seperti salah satunya PT. Charoen Phokphand di Sumatera Utara yang dapat menetapkan harga jagung petani sesukanya,” pungkasnya.
Oleh sebab itu, Wagimin menambahkan SPI bersama para petani dari Kabupaten Karo menolak pemerintah melakukan impor jagung dengan alasan apapun.
“Pemerintah harus ikut campur tangan dalam mencegah monopoli pasar oleh pabrik pakan ternak. Pemerintah juga harus membentuk mekanisme pengawasan pasar yang terdiri dari elemen petani dan elemen pengusaha,” tambahnya.